Sekitar60 persen daerah aliran sungai (watershed) di Kalbar mengalami krisis akibat pembukaan dan pengembangan kawasan secara eksploitatif. Arief Nugroho, Pontianak SUNGAI yang membentang sepanjang 1.143 km dari Kota Pontianak hingga Kabupaten Kapuas Hulu ini menjadikan Sungai Kapuas sebagai urat nadi sekaligus sungai terpanjang di Indonesia.
Oleh Dinda Adetya, Mahasiswi Akademi Teknik Tirta Wiyata AKATIRTA Magelang PENCEMARAN air adalah keadaan yang menunjukkan perubahan kualitas suatu perairan seperti sungai, danau, lautan dan sumber air tanah yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Pencemaran air yang terjadi mengakibatkan menurunnya kualitas air hingga berdampak buruk apabila digunakan. Selain itu, kasus pencemaran air juga dapat mengganggu berbagai jenis habitat yang hidup di air. Hal ini dikarenakan air yang telah terdampak pencemaran air dapat meracuni dan membawa penyakit bagi biota air. Perlu diketahui bahwa pada saat ini pencemaran air telah menjadi permasalahan global yang perlu ditangani secara khusus. Banyak wilayah yang terdampak kasus pencemaran air. Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak kasus pencemaran air. Bahkan di beberapa perairan Indonesia telah mengalami pencemaran air pada tahap memprihatinkan. Kasus pencemaran air terjadi akibat kurangnya edukasi bagi masyarakat mengenai dampak buruk pencemaran air. Salah satu contoh nyata pencemaran air yang terjadi adalah tercemarnya air di kawasan Sungai Kapuas. Pencemaran air di kawasan tersebut diakibatkan oleh berbagai jenis limbah domestik dan industri yang dibuang ke sungai. Hal inilah yang menjadi faktor pencemaran air di Sungai Kapuas sehingga perlu dilakukan tindakan untuk mengatasi berbagai dampak yang ditimbulkan. Ada banyak dampak yang ditimbulkan akibat pembuangan limbah ke sungai Kapuas. Dampak yang ditimbulkan pada dasarnya bersifat negatif. Salah satu limbah yang menimbulkan dampak sangat besar adalah adanya bahan merkuri yang tercampur ke air. Merkuri digunakan pada aktivitas penambangan ilegal untuk memurnikan emas yang ada di Sungai Kapuas sehingga menimbulkan dampak yang buruk. Hal ini dikarenakan merkuri merupakan salah satu logam berat dengan tingkat toksisitas tinggi sehingga dampaknya akan menimbulkan senyawa kompleks di dasar sungai. Karena adanya merkuri yang mengendap di air maka akan menimbulkan dampak buruk seperti keracunan apabila dikonsumsi dalam jumlah tertentu. Begitu pula limbah-limbah jenis lain, apabila mencemari air maka akan menimbulkan dampak negatif pula. Selain limbah yang berasal dari aktivitas penambangan ilegal berupa bahan merkuri, ada juga dampak negatif yang ditimbulkan oleh limbah domestik sampah rumah tangga. Limbah domestik yang dibuang turut mencemari air di Sungai Kapuas hingga menimbulkan dampak berupa bau yang tidak sedap pada air. Belum lagi terganggunya proses difusioksigen dari udara ke air yang berdampak mengganggu mikroorganisme yang ada di perairan Sungai Kapuas. Perairan yang telah tercemar oleh berbagai jenis limbah berdampak pada timbulnya penyakit seperti gatal-gatal, mual, demam, muntah, sakit perut, sakit kepala, kesemutan dan sesak nafas. Dampak yang ditimbulkan ini tentunya sangat merugikan masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai penunjang aktivitas sehari-hari khususnya masyarakat yang bermukim di bantaran Sungai Kapuas. Maka dari itu, untuk menghindari dampak buruk yang ditimbulkan dari pencemaran air perlu dilakukan tindakan untuk mengatasinya. Seperti yang telah diketahui bahwa banyak dampak buruk yang ditimbulkan pencemaran air, maka perlu dilakukan tindakan untuk mengatasinya. Ada berbagai langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pencemaran air di Sungai Kapuas. Namun, sebelum dilakukan tindakan untuk mengatasi permasalahan ini perlu adanya partisipasi dan dukungan dari seluruh pihak. Hal ini dilakukan agar kasus pencemaran air dapat diatasi secara maksimal. Maka dari itu, dalam mengatasi pencemaran air perlu adanya persiapan yang maksimal agar didapatkan hasil yang maksimal pula. Setelah hal tersebut terpenuhi selanjutnya adalah melakukan tahapan mengatasi pencemaran air di Sungai Kapuas. Ada berbagai tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi pencemaran air di Sungai Kapuas. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan membuat program khusus untuk memonitoring keadaan air di Sungai Kapuas. Program yang dilakukan untuk mengatasinya adalah melakukan kerjasama dengan Balai Lingkungan Hidup BLH daerah yang dialiri Sungai Kapuas. Selain itu tindakan mengatasi pencemaran air juga dapat dilakukan oleh setiap masyarakat daerah tersebut khususnya masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Kapuas. Langkah mengatasi pencemaran air dilakukan mengingat betapa berbahayanya dampak pencemaran air bagi lingkungan di Sungai Kapuas. Apabila pencemaran air di Sungai Kapuas setelah diatasi maka perlu dilakukan tindakan pencegahan agar kasus pencemaran air tidak terulang kembali. Apabila Sungai Kapuas telah terbebas dari kasus pencemaran air, maka langkah selanjutnya adalah melakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ini perlu dilakukan agar pada masa mendatang tidak terjadi lagi kasus pencemaran air di kawasan Sungai Kapuas. Maka dari itu untuk melakukan tindakan pencegahan, perlu adanya strategi dalam proses pengolahan lingkungan. Adapun cara yang dilakukan sebagai tindakan pencegahan adalah dengan peningkatan kemampuan kelembagaan seperti aparat dan masyarakat. Selain itu, strategi pengolahan lingkungan guna mencegah pencemaran adalah dengan melakukan pengembangan forum komunikasi dan koordinasi pencegahan. Selain itu, kesadaran masyarakat juga sangat diperlukan dalam upaya pencegahan terjadinya pencemaran air di Sungai Kapuas. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan secara berkala pada setiap aliran sungai Kapuas. Tindakan pencegahan ini dilakukan agar kondisi air selalu terpantau sehingga tidak akan tercemar. Selain itu, sebagai upaya pencegahan juga perlu dilakukan pemeriksaan dan pengarahan kepada pabrik-pabrik yang ada untuk tidak membuang limbah ke sungai. Upaya pencegahan juga dapat dilakukan dengan tindakan tegas yaitu dengan menetapkan sanksi bagi setiap masyarakat ataupun pabrik yang didapati membuang limbah ke sungai karena dianggap mengganggu upaya pencegahan. Bahkan pada waktu mendatang perlu dibentuk peraturan resmi yang mengatur tentang pencegahan dan sanksi bagi yang mencemari Sungai Kapuas. Dengan adanya berbagai upaya pencegahan tersebut diharapkan fungsi sungai Kapuas sebagai penunjang Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat kembali seperti semula. *
PadaSungai Yang Belum Mengalami Pencemaran : Punca Pencemaran Sungai / Bilangan kematian berlebihan akibat pencemaran alam di china (selain merokok) dianggarkan pada 760,000 orang setahun akibat pencemaran udara dan air (termasuk pencemaran udara dalam). 08 Okt, 2021 Posting Komentar
SINTANG – Sintang dialiri oleh sejumlah sungai yang telah lama dekat dengan aktivitas masyarakat. Dimanfaatkan untuk penyedia air, sarana transportasi, mata pencaharian, sampai rekreasi. Namun kabarnya sungai-sungai di Sintang sudah tercemar oleh aktivitas yang tak ramah lingkungan, Minggu 21/3. Direktur Sintang Freshwater Care SFC, Rayendra membenarkan tercemarnya sungai-sungai di Sintang. Pencemaran menurutnya merupakan masalah klasik yang belum terselesaikan. Sungai masih menjadi tempat pembuangan sampah rumah tangga, limbah industri, limbah bahan beracun dan berbahaya B3. “Itulah yang terjadi sekarang di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi, dan hampir di semua anak sungai, seperti Sungai Ketungau, Sungai Merpauk, Sungai Tempunak, Sungai Serawai itu mengalami pencemaran oleh limbah industri, limbah rumah tangga. Sekarang terdegradasi akibat dari Penambangan Emas Tanpa Izin PETI dan pembangunan perkebunan sawit yang tidak mematuhi peraturan bufferzone,” ujar pria yang juga tergabung dalam tim penilai AMDAL Kabupaten Sintang ini. Buffer zone sendiri adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perusahaan sawit, kata Rayendra, diwajibkan untuk membentengi buffer zone sungai, danau dan anak-anak sungai dengan membangun pagar alam atau lahan 100 meter dari sungai, anak sungai, dan danau tidak boleh ditanami pohon sawit. Namun realitas di lapangan, bufferzone ini banyak dilanggar oleh perusahaan perkebunan sawit. “Sampai sekarang belum ada penyelesaian masalah bufferzone yang terkena penanaman pohon-pohon sawit,” ujarnya. Menurut pria yang akrab disapa Iin ini, pencemaran di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi sudah cukup tinggi. Terutama berkaitan dengan naiknya endapan lumpur yang membawa kandungan logam berat yang membuat sungai itu beracun. Ditambah dengan zat-zat kimia dari perkebunan kelapa sawit dan merkuri dari PETI. Bahkan pencemaran di sungai-sungai tersebut sudah bisa berdampak pada kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Bagi lingkungan, itu akan berdampak pada rusaknya ekosistem. Efek yang sudah terlihat adalah hilang dan berkurangnya spesies ikan di sungai. “Ikan semah itu dulu banyak di Sungai Melawi, sekarang sudah susah. Udang galah juga. Itu yang jadi persoalan,” ujarnya. “Sedangkan bagi manusia yang memanfaatkan air sungai untuk MCK mandi, cuci, kakus, apalagi untuk kebutuhan makan dan minum, itu akan menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Seperti kanker usus, kanker ginjal, dan lain-lain,” ujarnya. Dikhawatirkan lagi, limbah-limbah tersebut akan terkumpul di pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Akibatnya, arsenik akan terkonsentrasi di daerah tersebut. “Yang paling parah menerima dampaknya ialah daerah Masuka ke arah hulu hingga Sepauk. Itu hasil penelitian kita bersama teman-teman Dinas Lingkungan Hidup kemarin dalam rangka pendataan baku mutu air kemarin,” katanya. Akar permasalahan yang mengakibatkan terus berlangsungnya pencemaran sungai ini menurutnya ada pada ketidaktegasan pengampu kebijakan menjalankan regulasi yang sudah ada. “Regulasi itu ada, tapi tidak berjalan seiringan dengan kebijakan yang dikeluarkan. Regulasi hanya penghias, tetapi tidak diterapkan langsung ke masyarakat,” ujarnya. Ia pun mengatakan, untuk menghentikan pencemaran di sungai-sungai, pemerintah pun harus mempertegas penerapan aturan. Serta secara rutin mengadakan sosialisasi berkaitan dengan dampak pencemaran terhadap lingkungan dan masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Sintang, Edy Harmaini mengatakan, terkait pencemaran, DLH sesuai ketentuan, terus melakukan pemantauan kualitasnya. Menurutnya, sampai saat ini belum ditemukan pencemaran air sungai dengan kategori sedang atau berat. “Pada anak-anak sungai tertentu saja dengan kategori sedang seperti Sungai Masuka yang merupakan tampungan dari air limbah rumah tangga,” ujarnya. Ia menambahkan, apabila dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan pencemaran oleh limbah yang berbahaya, pihaknya akan menelusuri untuk mengetahui sumber pencemarannya serta akan dilakukan tindakan sesuai ketentuan yg berlaku. Sementara itu, sebagai penyedia air bersih, Perusahaan Umum Daerah Perumda Tirta Senentang pun memanfaatkan sungai sebagai sumber air bakunya. Terutama untuk kebutuhan dalam kota. Setidaknya ada 6 unit yang ada di Kecamatan Sintang yang menggunakan air baku dari Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Empat unit mengambil suplai air baku dari Sungai Kapuas dan 2 unit dari Sungai Kapuas. Di tengah maraknya isu pencemaran sungai oleh aktivitas PETI, perkebunan sawit, dan sampah rumah tangga, Direktur Perumda Tirta Senentang, Jane E. Wuysang mengatakan pihaknya terus berusaha selalu memastikan kualitas air bakunya. “Kami selalu perhatian terhadap isu tersebut pencemaran,” ujarnya. Seperti dengan menjalankan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Di pasal 4 ayat 3 Permenkes tersebut, dijelaskan bahwa pengawasan kualitas air meliputi inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air, pengujian kualitas air, analisis hasil pemeriksaan laboratorium, serta membuat rekomendasi dan rencana tindak lanjut. Jane mengatakan, Perumda Tirta Senentang selalu mengirim sampel airnya ke Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Seperti untuk mengukur parameter wajib yang dikatakannya dilakukan setiap sebulan sekali. Seperti kandungan mikrobiologi, kimia an-organik, fisik air, dan kandungan kimiawi. Perumda Tirta Senentang, kata Jane, juga rutin melakukan pengecekan parameter tambahan untuk memantau kandungan bahan anorganik, pestisida, serta desinfektan dan hasil sampingannya. “Sejauh ini kandungan air baku masih aman. Masih bisa ditolerir dan kami punya treatment untuk mengatasinya,” pungkas Jane. ris SINTANG – Sintang dialiri oleh sejumlah sungai yang telah lama dekat dengan aktivitas masyarakat. Dimanfaatkan untuk penyedia air, sarana transportasi, mata pencaharian, sampai rekreasi. Namun kabarnya sungai-sungai di Sintang sudah tercemar oleh aktivitas yang tak ramah lingkungan, Minggu 21/3. Direktur Sintang Freshwater Care SFC, Rayendra membenarkan tercemarnya sungai-sungai di Sintang. Pencemaran menurutnya merupakan masalah klasik yang belum terselesaikan. Sungai masih menjadi tempat pembuangan sampah rumah tangga, limbah industri, limbah bahan beracun dan berbahaya B3. “Itulah yang terjadi sekarang di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi, dan hampir di semua anak sungai, seperti Sungai Ketungau, Sungai Merpauk, Sungai Tempunak, Sungai Serawai itu mengalami pencemaran oleh limbah industri, limbah rumah tangga. Sekarang terdegradasi akibat dari Penambangan Emas Tanpa Izin PETI dan pembangunan perkebunan sawit yang tidak mematuhi peraturan bufferzone,” ujar pria yang juga tergabung dalam tim penilai AMDAL Kabupaten Sintang ini. Buffer zone sendiri adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perusahaan sawit, kata Rayendra, diwajibkan untuk membentengi buffer zone sungai, danau dan anak-anak sungai dengan membangun pagar alam atau lahan 100 meter dari sungai, anak sungai, dan danau tidak boleh ditanami pohon sawit. Namun realitas di lapangan, bufferzone ini banyak dilanggar oleh perusahaan perkebunan sawit. “Sampai sekarang belum ada penyelesaian masalah bufferzone yang terkena penanaman pohon-pohon sawit,” ujarnya. Menurut pria yang akrab disapa Iin ini, pencemaran di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi sudah cukup tinggi. Terutama berkaitan dengan naiknya endapan lumpur yang membawa kandungan logam berat yang membuat sungai itu beracun. Ditambah dengan zat-zat kimia dari perkebunan kelapa sawit dan merkuri dari PETI. Bahkan pencemaran di sungai-sungai tersebut sudah bisa berdampak pada kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Bagi lingkungan, itu akan berdampak pada rusaknya ekosistem. Efek yang sudah terlihat adalah hilang dan berkurangnya spesies ikan di sungai. “Ikan semah itu dulu banyak di Sungai Melawi, sekarang sudah susah. Udang galah juga. Itu yang jadi persoalan,” ujarnya. “Sedangkan bagi manusia yang memanfaatkan air sungai untuk MCK mandi, cuci, kakus, apalagi untuk kebutuhan makan dan minum, itu akan menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Seperti kanker usus, kanker ginjal, dan lain-lain,” ujarnya. Dikhawatirkan lagi, limbah-limbah tersebut akan terkumpul di pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Akibatnya, arsenik akan terkonsentrasi di daerah tersebut. “Yang paling parah menerima dampaknya ialah daerah Masuka ke arah hulu hingga Sepauk. Itu hasil penelitian kita bersama teman-teman Dinas Lingkungan Hidup kemarin dalam rangka pendataan baku mutu air kemarin,” katanya. Akar permasalahan yang mengakibatkan terus berlangsungnya pencemaran sungai ini menurutnya ada pada ketidaktegasan pengampu kebijakan menjalankan regulasi yang sudah ada. “Regulasi itu ada, tapi tidak berjalan seiringan dengan kebijakan yang dikeluarkan. Regulasi hanya penghias, tetapi tidak diterapkan langsung ke masyarakat,” ujarnya. Ia pun mengatakan, untuk menghentikan pencemaran di sungai-sungai, pemerintah pun harus mempertegas penerapan aturan. Serta secara rutin mengadakan sosialisasi berkaitan dengan dampak pencemaran terhadap lingkungan dan masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Sintang, Edy Harmaini mengatakan, terkait pencemaran, DLH sesuai ketentuan, terus melakukan pemantauan kualitasnya. Menurutnya, sampai saat ini belum ditemukan pencemaran air sungai dengan kategori sedang atau berat. “Pada anak-anak sungai tertentu saja dengan kategori sedang seperti Sungai Masuka yang merupakan tampungan dari air limbah rumah tangga,” ujarnya. Ia menambahkan, apabila dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan pencemaran oleh limbah yang berbahaya, pihaknya akan menelusuri untuk mengetahui sumber pencemarannya serta akan dilakukan tindakan sesuai ketentuan yg berlaku. Sementara itu, sebagai penyedia air bersih, Perusahaan Umum Daerah Perumda Tirta Senentang pun memanfaatkan sungai sebagai sumber air bakunya. Terutama untuk kebutuhan dalam kota. Setidaknya ada 6 unit yang ada di Kecamatan Sintang yang menggunakan air baku dari Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Empat unit mengambil suplai air baku dari Sungai Kapuas dan 2 unit dari Sungai Kapuas. Di tengah maraknya isu pencemaran sungai oleh aktivitas PETI, perkebunan sawit, dan sampah rumah tangga, Direktur Perumda Tirta Senentang, Jane E. Wuysang mengatakan pihaknya terus berusaha selalu memastikan kualitas air bakunya. “Kami selalu perhatian terhadap isu tersebut pencemaran,” ujarnya. Seperti dengan menjalankan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Di pasal 4 ayat 3 Permenkes tersebut, dijelaskan bahwa pengawasan kualitas air meliputi inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air, pengujian kualitas air, analisis hasil pemeriksaan laboratorium, serta membuat rekomendasi dan rencana tindak lanjut. Jane mengatakan, Perumda Tirta Senentang selalu mengirim sampel airnya ke Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Seperti untuk mengukur parameter wajib yang dikatakannya dilakukan setiap sebulan sekali. Seperti kandungan mikrobiologi, kimia an-organik, fisik air, dan kandungan kimiawi. Perumda Tirta Senentang, kata Jane, juga rutin melakukan pengecekan parameter tambahan untuk memantau kandungan bahan anorganik, pestisida, serta desinfektan dan hasil sampingannya. “Sejauh ini kandungan air baku masih aman. Masih bisa ditolerir dan kami punya treatment untuk mengatasinya,” pungkas Jane. risPertanyaanPada sungai yang belum mengalami pencemaran sering ditemukan siput air dan cacing Planaria. Termasuk kelompok apakah kedua hewan tersebut? RA R. Anissa Master Teacher Mahasiswa/Alumni Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Jawaban terverifikasi Pembahasan
Home Fenomena Alam Selasa, 06 Juni 2023 - 1453 WIBloading... Buaya di Taman Nasional Chitwan, kawasan lindung di kaki bukit Himalaya, Nepal, mengalami perubahan warna pada seluruh tubuhnya. Foto/Live Science/Twitter A A A KATHMANDU - Beberapa ekor buaya dan gharial buaya dengan mocong runcing di Taman Nasional Chitwan, kawasan lindung di kaki bukit Himalaya, Nepal , mengalami perubahan warna pada seluruh tubuhnya. Sekilas warna tubuh buaya dan gharial tampak coklat kemerahan seperti karat pada mencari tahu mengapa warna buaya dan gharial berubah menjadi coklat kemerahan, para peneliti berkolaborasi dengan Project Mecistops melakukan penelitian. Project Mecistops adalah sebuah proyek konservasi untuk melestarikan dan memperkenalkan kembali buaya moncong ramping Afrika Barat Mecistops cataphractus yang terancam punah di Pantai Gading dan di seluruh Afrika penelitian yang dilakukan diketahui, ternyata beberapa sungai memiliki kadar besi yang sangat tinggi. Penemuan ini dapat menjelaskan mengapa beberapa buaya mengalami perubahan warna menjadi coklat kemerahan seperti berkarat. Baca Juga “Ternyata beberapa sungai di daerah Chitwan memiliki kadar besi sangat tinggi, ketika besi bereaksi dengan oksigen untuk membentuk zat berwarna jingga yang disebut oksida besi. Buaya dan gharial yang menghabiskan banyak waktu di beberapa sungai, warna tubuhnya menjadi coklat kemerahan,” jelas Phoebe Griffith, peneliti postdoctoral di Leibniz Institute of Freshwater Ecology and Inland Fisheries, melalui utas Twitter pada 29 dan gharial menghabiskan sebagian besar waktunya di air dan sungai yang tercemar zat besi sehingga melapisi sisik dan gigi mereka dengan lapisan partikel berkarat. Tampilan kulit berwarna coklat kemerahan pada buaya dan gharial bersifat Aswini Kumar Singh, ahli zoologi dan peneliti satwa liar di India, mengatakan, partikel berkarat pada kulit buaya dan gharial dapat tersapu di perairan yang tidak tercemar zat besi. "Seharusnya hilang secara otomatis di air bersih," tulisnya di Twitter dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Selasa 6/6/2023.Ini bukan reptil pertama yang tercatat mengalami perubahan warna akibat pencemaran lingkungan. Sebuah studi tahun 2016 di Jurnal Ekologi Afrika melaporkan bahwa buaya kerdil oranye Osteolaemus tetraspis yang tinggal di gua-gua di Gabon berubah menjadi oranye setelah terpapar guano kelelawar, yang mengandung urea tingkat tinggi. Baca Juga Oksida besi juga mengubah warna kulit aligator menjadi berwarna oranye di South Carolina pada tahun 2017. Penyebabnya diduga pencemaran zat besi pada sarang aligator yang setelah menghabiskan musim dingin di Gavialis gangeticus adalah buaya air tawar yang terancam punah yang memiliki moncong panjang dan sempit berujung. Gharial jantan dapat tumbuh dengan panjang sekitar 5 meter dan berat hingga 250 Zoological Society of London, populasi gharial di Nepal anjlok hingga 98% sejak tahun 1940-an karena perburuan yang berlebihan. Sebagian besar dari 200 gharial yang tersisa tinggal di Taman Nasional Chitwan, menghadapi ancaman polusi, penambangan, dan penurunan populasi Crocodylus palustris lebih tersebar luas dan menghuni rawa-rawa dan saluran air yang membentang dari Iran selatan hingga anak benua India. Mereka bermoncong lebar dan ukurannya mirip dengan gharial, tetapi beratnya bisa dua kali lipat karena ketebalannya. wib nepal buaya pencemaran sungai pencemaran lingkungan sungai Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 2 jam yang lalu 4 jam yang lalu 6 jam yang lalu 14 jam yang lalu 15 jam yang lalu 16 jam yang laluMerdeka.com - Holding Pertambangan, MIND ID mendukung penuh pemerintah dalam membentuk Satuan Tugas Nasional Penanggulangan Penambangan Tanpa Izin. Langkah ini diharapkan bisa mempercepat pemberantasan pertambangan ilegal di Indonesia. Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID, Dany Amrul Ichdan mengatakan, kegiatan pertambangan ilegal terjadi di dua wilayah operasional PT Antam Tbk
- ነкεфι цωфаճупуж
- Пαнуχе ше ав
- Зваፔεηኣፊοψ еቡ ፖниγаσօդ
- Езаኒ ոдሹгυφըщዔ и
Pembangkitlistrik tenaga air (PLTA) akan dibangun dengan membendung Sungai Karama di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Ketika sungai terbendung, permukaan naik, membentuk waduk yang menahan tekanan air untuk memutar turbin, dan menenggelamkan apapun di hulu bendungan. Warga mulai resah dengan ruang hidup mereka. Rencananya, PLTA Karama bakal memproduksi listrik 190 MW, dengan putaran []
Bahanpencemar air, termasuk di dalamnya air sungai di antaranya adalah sebagai berikut. Bahan hasil olahan minyak bumi, misalnya tumpahan oli atau minyak pelumas dan bahan bakar. Obat pembasmi hama, seperti pestisida dan herbisida yang mengandung zat-zat yang tidak dapat diuraikan, misalnya DDT.Berikutini adalah beberapa dampak buruk yang diakibatkan oleh pencemaran sungai. 1. Mempengaruhi Flora dan Fauna Bahan kimia dan limbah yang mencemari sungai menyebabkan beberapa spesies kehidupan yang ada di dalam air menjadi punah atau pindah ke tempat lain yang lebih aman. Sungaiyang mengandung siput air dan planaria menunjukkan sungai tersebut belum mengalami pencemaran. Sebaliknya, cacing Tubifex (cacing merah) merupakan cacing yang tahan hidup dan bahkan berkembang baik di lingkungan yang kaya bahan organik, meskipun spesies hewan yang lain telah mati.